Jumat, 14 Juni 2013

Penalaran deduktif, Induktif dan kesalahan penalaran


BAB I
Pendahuluan
A.    Latar Belakang
Seperti diketahui, bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Ada beberapa alasan pemerintah menetapkan hal itu. Alasan yang umum, pembinaan terhadap para penutur bahasa yaitu agar mereka mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar harus terus menerus dilaksanakan. Dalam makalah ini kami akan membahas hal yang penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yaitu penalaran deduktif, induktif, serta kesalahan dalam penalaran.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penalaran ?
2.      Bagaimana pembagian penalaran ?








BAB II
Pembahasan
A.    Penalaran Deduktif
Sebelum membahas tentang penalaran deduktif lebih baik kita mengetahui apa itu penalaran.
“Pernalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.”[1] Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Pernalaran juga dapat diartikan  suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data / fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Fakta / data yang akan dinalar itu boleh benar dan juga tidak.
         Dalam penalaran, Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu disebut proposisi. proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
         Dalam penalaran terdapat dua cara untuk menalar yaitu: Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif.

Penalaran deduktif bertolak dari sebuah konklusi atau simpulan yang didapat dari satu atau lebih pernyataan yang lebih umum. Simpulan yang diperoleh tidak mungkin lebih umum daripada proposisi tempat menarik simpulan atau disebut premis.
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat pula dapat dilakukan secara tak langsung.
1.      Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya, konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan tak langsung.
Misalnya :
1.      Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
                          Contoh :
                                Semua ikan berdarah dingin. (premis)
                                Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
                        Contoh :
                                Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
                                 Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
                          Contoh :
                                Semua rudal aalah senjata berbahaya. (premis)
                                 Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4.      Tidak satu pun S adalah P (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)
                          Contoh :
                                Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
                                 Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)
                          Contoh :
                                Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
                                Tidak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)
                                Tidak satu pun yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2.      Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuan yang semua orang sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua pohon kelapa berakar serabut.
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
a.       Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial ialah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor dan premis yang bersifat khusus disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
       Contoh :
            Semua manusia bijaksana.
            Semua polisi adalah manusia.
            Jadi, semua polisi bijaksana.
            Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis mayor dan premis minor. Term penengah pada silogisme diatas adalah manusia. Term penengah hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau termpenengah tidak ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh :
            Semua manusia tidak bijaksana.
            Semua kera bukan manusia.
            Jadi, (tidak ada simpulan).
Aturan umum silogisme kategorial adalah sebagai berikut.
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term, yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
Contoh :
Semua atlet harus giat berlatih.
Xantipe adalah seorang atlet.
Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor     =          Xantipe.
Term minor      =          harus giat berlatih.
Term menengah =       atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh :
Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.

Dalam premis ini terdapat empat term yaitu gambar, menempel didinding, dan dinding menempel di tiang. Oleh sebab itu, di sini tidak dapat ditarik simpulan.
b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
c)      Dua premis yang negative tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh :
Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d)     Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negative.
Contoh :
Tidak seekor gajah pun adalah singa.
Semua gajah berbelalai
Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.
e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
Contoh : Silakan anda buat penalaran itu.
f)       Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Sebagian orang jujur adalah petani.
Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.
Jadi, . . . . (tidak ada simpulan)
g)      Bila salah satu premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh :
Semua mahasiswa aalah lulusan SLTA.
Sebagian pemuda adalah mahasiswa.
Jadi, sebagain pemuda adalah lulusan SLTA.
h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatife tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh :
Beberapa manusia adalah bijaksana.
Tidak seekor binatang pun adalah manusia.
Jadi, . . . . (tidak ada simpulan)
b.      Silogisme Hipotesis
Silogosme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi kondisional hipotesis.
Kalau premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden, simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh :
Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.
Besi dipanaskan.
Jadi, besi memuai.
Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.
Besi tidak dipanaskan.
Jadi, besi tidak akan memuai.
c.       Silogisme Alternatif
Silogisme alternatife adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternative. Kalau premis minornya membenarkan salah satu alternative, simpulannya akan menolak alternatife yang lain.
Contoh :
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia seorang kiai.
Jadi, dia bukan seorang professor.
Dia adalah seorang kiai atau professor.
Dia bukan seorang kiai.
Jadi, dia seorang professor.
d.      Entimen
Sebenarnya, silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh :
            Semua sarjana adalah orang cerdas.
            Ali adalah seorang sarjana.
            Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen :
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.  
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.
                              
                                               





B . Pernalaran Induktif
Sebelum membahas tentang penalaran induktif  lebih baik kita mengetahui apa itu penalaran.
         Penalaran Induktif merupakan penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain simpulan yang diperoleh tidak boleh khusus dari pada pernyataan (premis). 
         Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Contoh :
Kerbau punya mata. Anjing punya mata. Kucing punya mata.
Setiap hewan punya mata.
      Contoh :
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara, makhluk hidup akan hidup.
        
Beberapa bentuk penalaran Induktif adalah sebagai berikut:
1.Generalisasi
       Generalisasi adalah proses pernalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “ Lulusan sekolah A pintar- pintar.” Hal ini dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh Generalisasi :
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai
      Benar atau tidak benarnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat   dari hal-hal berikut :
a.       “Data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang
                   dipaparkan, makin benar simpulan yang diperoleh.
b.      Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar.
c.       Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang  mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data.”[2]
2. Analogi
           Analogi adalah cara penarikan penalaran secara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
   Contoh Analogi :
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
            Tujuan Penalaran secara analogi adalah :
a.       Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
b.      Analogi digunakan untuk menyingkapkan kekeliruan.
c.       Analogi digunakn untuk menyusun klasifikasi.
3.Hubungan Kausal
         Hubungan Kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan sehari-hari, hubangan kausal ini sering kita temukan. Contoh,  Hujan turun dan jalan becek. Ia kena penyakit kanker otak dan meninggal dunia. ”Dalam kaitannya dengan hubungan kausal, ada tiga hubungan antar masalah yaitu :”[3]
a.       Sebab-Akibat
         Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan ini dapat pula berpola A menyebabkan B,C,D dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari satu.


b.       Akibat-Sebab
         Akibat-sebab ini dapat kita lihat pada peristiwa seseorang yang pergi ke dokter. Ke dokter merupakan akibat dan sakit merupakan sebab. Dan dalam hal ini peristiwa sebab merupakan simpulan.
c.       Akibat-Akibat
         Akibat-akibat adalah suatu penalaran yang menyiratkan penyebabnya. Peristiwa “akibat” langsung disimpulkan pada suatu “akibat” yang lain. Contoh : Ketika pulang dari pasar,Ibu Nina melihat tanah di halamannya becek. Ibu lamgsung menyimpulkan bahwa kain jemuran di belakang rumahnya pasti basah.
         Dalam hal ini penyebabnya tidak ditampilkan, yaitu hari hujan.
Dalam proses pernalaran, “akibat-akibat”,peristiwa tanah becek merupakan data dan peristiwa kain jemuran basah merupakan simpulan.


     



      















C. Kesalahan Dalam Pernalaran.
Kesalahan pernalaran dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.
Gagasan,pikiran,kepercayaan,simpulan yang salah, keliru, atau cacat. Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis misalnya. Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kalimat – Kalimat yang seperti itu disebut kalimat dari hasil salah nalar.
Kesalahan dalam Penalaran dapat terbagi menjadi beberapa macam antara lain:
1.      Kesalahan Karena Generalisasi yang Terlalu Luas
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah. Contoh salah nalar jenis ini adalah
a.       Gadis bandung cantik-cantik
b.      Perekonomian Indonesia sangat berkembang.
2.      Kesalahan Analogi.
Salah nalar seperti ini dapat terjadi apabila orang menganalogikan
sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh :
Farida, seorang alumni Universitas Indonesia, dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Oleh sebab itu, Tina, seorang alumni Universitas Indonesia, tentu dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
3.       Deduksi yang Salah
    Hal ini terjadi karena orang salah mengambil simpulan dari suatu silogisme dengan diawali oleh premis yang salah atau tidak memenuhi syarat.
Contoh :
a.       Pak Ruslan tidak dapat dipilih sebagai lurah di sini karena dia miskin
b.      Dia pasti cepat meninggal karena dia menderita penyakit jantung.
4.      Pemilihan Terbatas pada Dua Alternative
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternative yang tidak tepat
         dengan pemilihan “itu” atau “ ini”
Contoh :
a.       Engakau harus mengikuti kehendak ayah, atau engkau harus pergi dari rumah ini.
b.      Engkau harus memilih antara hidup di Jakarta dengan serba kekurangan dan hidup di kampong dengan menanggung malu.
5.      Penyebab yang Salah Nalar
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu
         sehingg mengakibat terjadinya pergeseran maksud. Orang tidak
         menyadari bahwa yang dikatakannya itu adalah salah.
         Contoh :
a.       Kalau ingin dikenal orang, kita harus memakai kacamata
b.      Matanya buta sejak beberapa waktu yang lalu. Itu tandanya dia melihat gerhana matahari total.
6.      Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang disebabkan oleh sikap
Menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya. Dengan kata lain, sesuatu itu selalu dihubungkan dengan orangnya.
Contoh :
a.       Program KB tidak dapat berjalan di desa kami karena peugas keluarga berencana itu mempunyai anak 6 orang.
b.      Dapatkah dia memimpin kita kalau dia sendiri belum lama ini bercerai dengan istrinya?
7.      Meniru-niru yang Sudah Ada
Salah nalar jenis ini adalah salah nalar yang berhubungan dengan
anggapan bahwa sesuatu itu dapat kita lakukan kalau atasan kita melakukan hal itu .
Contoh :
Siswa SMA seharusnya dibenarkan mempergunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika sebab professor pun menggunakan kalkulator ketika menyelesaikan soal matematika.
8.      Penyamarataan Para Ahli
Salah nalar ini disebabkan oleh anggapan orang tentang berbagai ilmu
       dengan pandangan yang sama. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan       
       mengambil simpulan.
Contoh :
Pembangunan pasar swalayan itu sesuai dengn saran Joko, seorang ahli di bidang perikanan.



BAB III
Penutup
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa  Pernalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
         Dalam penalaran terdapat dua cara untuk menalar yaitu: Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif.





                    [1]Http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran,16 Maret 2013
[2] E. Zaenal Arifin, S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, (Jakarta ; Akademika Pressindo,2006), h.167.

[3]Ibid., h. 168

Tidak ada komentar:

Posting Komentar